Preview Biwar Legends of Dragon Slayer: Kental Banget Budaya Indonesianya

ENSIPEDIA GAMES, Denpasar – Biwar: Legends of Dragon Slayer merupakan game besutan dari Devata Games yang merupakan developper asal Bali dan mereka memberikan akses kepada semua orang untuk mencoba alpha test dari game pertama mereka. Kalian dapat mencoba alpha testnya di DRM Steam.

Perlu diingat bahwa game ini masih dalam proses pengembangan dan game yang dicoba merupakan versi alpha test yang dirilis di DRM Steam, sehingga game ini belum bisa untuk dinilai dan tentunya akan ada bug fatal maupun minor di dalam game ini.

Sangat Kental Dengan Budaya Indonesia

Pertama pertama kalian pasti sudah menarik perhatian dengan judulnya, ya judulnya diambil dari salah satu cerita rakyat dari Papua yang berjudul “Biwar Sang Pemburu Naga” lalu mereka translate ke Bahasa Inggris, lalu kedua ketika kalian memulai game ini kalian akan disuguhkan dengan para pengisi suara yang menggunakan Basa Bali yang merupakan bahasa daerah dari provinsi Bali.

Apakah ada Bahasa Indonesia-nya? Di alpha test ini tidak ada opsi lain selain dari Basa Bali untuk pengisi suaranya, namun kedepannya saya kurang tahu secara pasti apakah akan ada opsi Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris-nya. Tenang untuk user interfacenya masih menggunakan Bahasa Inggris bukan Basa Bali maupun Bahasa Indonesia, dan tentunya ada subtitle dalam Bahasa Inggris dimana subtitlenya di alpha test ini tidak bisa dimatikan dan sedikit berbeda seperti apa yang diperbincangkan oleh pemain utamanya dan tidak ada subtilte untuk Bahasa Indonesia.

Selain dari hal itu, kalian pasti akan mengenal budaya budaya Indonesia di dalamnya seperti gapura Bali, lalu bentuk patung yang sangat kental dengan patung yang berasal dari Bali, bahkan karakter utamanya terkadang melakukan gerakan yang sangat kental dengan budaya di Bali (seperti memuja misalnya).

Untuk penggunaan bahasa saya sama sekali tidak ada masalah walaupun hanya menggunakan Basa Bali saja, namun setidaknya ada opsi untuk subtitle Bahasa Indonesia ataupun opsi untuk mematikan substitle. Ada hal yang sedikit mengganggu saya antara subtitle dan ucapan karakternya, contohnya ketika mengucapkan “meme” atau “bape” yang artinya “ibu” atau “bapak” dalam Bahasa Indonesia namun di Bahasa Inggris menggunakan kata “Mace” dan “Pace” seolah olah itu merupakan sebuah nama karakter, walaupun saya tau “Mace” dan “Pace” itu merupakan kata daerah papua, yang saya rasakan adalah seperti kurang konsisten saja.

Walaupun ketika bahasa daerah itu di translate ke Bahasa Indonesia akan menghasilkan kata yang sama, namun di subtitlenya Bahasa Inggris saya rasa itu seperti sebuah nama karakter yang spesifik, mungkin bisa menggunakan mother ataupun father akan lebih tepat. Walaupun sepertinya saya mengerti kenapa menggunakan “Pace” dan “Mace” di subtitle agar ada budaya Papua-nya, namun dari storyline-nya sepertinya ini sudah sangat kental dari Papua kok.

Biwar Legends of Dragon Slayer

Jikalau di translate maka akan menjadi “Biwar: Sang Legenda Pemburu Naga”, Biwar ini merupakan sebuah cerita rakyat asal papua, dan sepertinya mereka benar benar akan membuat game ini dengan cerita dari cerita rakyat tersebut. Saya bilang “sepertinya” karena pada alpha test ini sebenarnya kurang merepresentasikan storylinenya dan awal mulai dari game ini hampir sama persis dengan cerita rakyat tersebut. Sejujurnya, saya suka dengan game yang mengambil cerita berdasarkan dari buku ataupun cerita rakyat jadi saya penasaran dengan kelanjutannya, semoga saja mereka dapat mengeksekusinya dengan baik.

Pencahayaan yang Bagus, Atmosfir yang Padat, Tapi Bikin Pusing

Secara singkat game ini memiliki grafis yang memukau, terima kasih dengan engine yang dipakai yakni Unreal Engine 4. Pencahayaan “Light-Rays” yang sangat terang dan gemilau, atmosfir yang padat dari objek – objeknya, color-pallate yang digunakan juga sangat colorfull, dari hal hal tersebut membuat soal grafis ini tidak perlu dikhawatirkan. Hanya saja yang membuat saya khawatirkan adalah game ini akan menjadi game yang kurang ramah spesifikasi PC, untuk GTX 1050 terkadang mengalami framedrop hingga 19FPS di resolusi FullHD di setting High.

Untuk texture dari objek – objek yang ada seperti: batu, rusa, patung, terlihat kurang tajam sejujurnya, mungkin bagi yang menggunakan resolusi FullHD tidak akan terlalu memepermasalahkan ini hanya saja bagi yang nantinya akan memainkan game ini di resolusi 4K ataupun QHD akan sedikit kecewa karena akan terlihat buram.

Jikalau kalian mengharapkan akan memainkan game ini di low-setting di alpha test sepertinya kalian jangan terlalu berharap banyak karena ini bugnya dari alpha test ini, game ini akan langsung terlihat seperti GPU yang mengalami artefak ketika seting grafis di low dan peningkatan framerate dari setting low ini pun terkadang kurang memuaskan, terkadang hanya naik 15-25% saja.

Saya juga mengalami permasalahan minor juga, dimana contrast/gamma dari game ini terkadang kacau sendirinya, maksudnya adalah terkadang akan terlihat terlalu terang dan terlalu gelap sehingga saya sebagai pemain tidak dapat melihat apa yang terjadi atau di hadapan saya.

Terparah adalah game ini membuat saya pusing, saya mau tidak mau harus berhenti bermain setiap 15 sampai 20 menit sekali karena mengalami motion sickness. Saya sejujurnya benci dengan game yang implementasi motion blur yang buruk, ditambah lagi tidak adanya opsi untuk mematikan motion blur ini, itu bagaikan kombo yang membuat saya ingin stop bermain game ini karena pusing dan mual. Tidak cukup sampai kombo itu aja, implementasi camera shakenya pun sangat buruk saking buruknya, saya rekomendasikan kalian untuk mematikan saja jikalau tidak mau kena motion sickness namun setidaknya camera shake ini bisa dimatikan.

Third Person Shooter + No Hud + Linear Game, Rasanya Familiar….

Ketika karakter utamanya masuk ke dalam hutan “tenget” saya langsung teringat dengan Hellblade: Senua’s Sacrifies. Third Person Shooter, ditambah hud yang minimalis dan tidak adanya health bar pada musuh, lalu dunia sekitar yang berlatar kelam dengan unsur gore (walaupun sedikit) membuat saya teringan pada game tersebut dan saya sama sekali tidak ada masalah, karena konsep dari Hellblade: Senua’s Sacrifies sangat cocok di implementasikan di game ini menurut saya.

Apa yang mereka harus perbaiki dari Game ini?

Karena ini alpha test tentunya ada masalah yang harus diperbaiki dari developpernya, nah yang paling krusial adalah segala hal yang menyangkut dengan kualitas audio. Agar para pemain lebih immersive ke dalam dunia game tentunya audio ini yang harus pertama kali diperbaiki, terutama dari pengisi suaranya agar lebih menghayati dari karakter yang ia bawakan. Sound design di dalam game dan homescreen juga agar lebih dirapihkan lagi, bisa dikatakan untuk sound design di alpha test ini seperti hanya sekedar masuk saja dan belum di rapihkan lagi. Bisa dikatakan permasalahan utama pada alpha test ini ada pada kualitas audio dan sound designnya yang mereka harus improve lagi dibandingkan masalah lainnya yang telah saya jelaskan diatas.

Alit Putra
Alit Putra
Im just a regular guy, who have interested in technology

Latest articles

Related articles