ENSIPEDIA GAMES, Kota Bandung – Industri game Indonesia telah tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Beragam judul yang telah dipasarkan ke mancanegara telah mencuri perhatian sebagian besar media dan khalayak gamer, seperti A Space for The Unbound, Coral Island, Troublemaker, dan masih banyak lagi.
Keberhasilan tersebut tentunya adalah hasil dari jerih payah perjuangan yang didorong oleh ambisi dan semangat dari tiap developer untuk berupaya mengembangkan dan memasarkan game mereka ke jangkauan yang lebih luas. Namun selain dari dampak positif yang didapat, saya sebagai penulis merasa bahwa game yang dikembangkan developer lokal tidak sepenuhnya memenuhi ekspektasi dari setiap ambisi yang mereka telah sampaikan. Sebagian video games yang telah dirilis menggenggam visi dan ambisi yang cukup tinggi, namun dengan hasil eksekusi nyata yang kurang maksimal dan diluar kemampuan tim developer.
DISCLAIMER: Artikel ini hanyalah bentuk opini penulis yang bersifat subjektif. Pembaca memiliki kebebasan untuk menyetujui atau memiliki pendapat lain mengenai permasalahan yang ada.
Ambisi dan Konsekuensi Jalur Berliku
Memiliki ambisi yang tinggi merupakan sebuah hal yang hebat, namun harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pihak agar tidak terlalu tenggelam dalam lubang dan melupakan peluang lain yang ada. Membentuk sebuah ambisi adalah salah satu rintangan dan keputusan berat yang harus dilalui oleh setiap developer, karena ambisi akan menentukan arah dan konsistensi pengembangan di masa mendatang. Jika ambisi tersebut tidak dibatasi oleh ekspektasi-ekspektasi yang realistis, maka jalan berliku dan rumit harus terus dilalui atau berbalik arah untuk berhenti.
Sebagaimana halnya sebagian developer Indonesia memilih untuk mengembangkan game yang tergolong kompleks seperti game 3D Action yang membutuhkan animasi serta model 3D yang halus. Dengan secara realistis mengingat bahwa kondisi SDM serta teknologi yang terbatas, hal ini membuatnya sangat sulit untuk bersaing dalam segi kualitas bersama dengan sederet 3D Action games yang dikeluarkan oleh banyak developer game 3D lain yang lebih kompeten. Dengan adanya persaingan ini, standar 3D games yang layak tentu akan terus meningkat seiring muncul dan majunya developer lain.
Terlalu Banyak Membagi Fokus
Selaku seseorang yang senang bermain game, tentu bisa merasakan apa saja detail yang diperlukan agar bisa mendapatkan experience bermain yang maksimal, baik dari segi desain audio, visual, pembawaan narasi, gameplay, skema kontrol, dan banyak aspek lainnya yang tak kalah penting.
Namun, sebagian dari developer game sepertinya terlalu tergesa-gesa dalam mengembangkan game, sehingga tidak semua atau sebagian besar aspek dari game bisa dimaksimalkan dengan baik. Apalagi jika game tersebut memiliki genre dan tema yang cukup kompleks, maka langkah pengembangan secara perlahan dan rapi dari hal kecil seharusnya mampu membuat gamenya lebih memuaskan lagi. Tidak perlu memiliki beragam konten, asalkan fokus pada setiap apa yang disajikan agar matang dan layak untuk dimainkan.
Seperti contohnya adalah game Troublemaker buatan Gamecom Team. Secara gameplay, game ini terlihat prominen dibandingkan beberapa game lokal lainnya karena cenderung berani dalam mengambil konsep gameplay yang kompleks bagi indie developer. Dengan ekspektasi game yang kompleks ini, tentu akan banyak PR yang harus dikerjakan developer untuk memaksimalkan game mereka.
Sayangnya dibalik segudang potensi yang ada dalam game Troublemaker, game ini justru terasa setengah matang dari segala sisi. Mulai dari UI, animasi, combat, hingga desain dari model seringkali jadi bahan komplain gamer. Hal tersebut bisa jadi karena game ini secara konsep terlalu rumit untuk direalisasikan oleh tim dan teknologi terbatas, sehingga berujung terlalu banyak fokus yang terbagi dan berakibat banyak unsur game yang kurang dimaksimalkan untuk standar game action beat ’em up.
Samarnya Kritik Membangun di Tengah Dukungan Masyarakat
Tentu sebagai warga lokal, kita akan merasa bangga dan ingin memberi dukungan kepada setiap produk yang dibangun oleh bangsa kita sendiri, termasuk video games. Namun dibalik dukungan tersebut, banyak respon positif yang justru menutup kebutuhan developer dalam menjaga kualitas produk, yaitu kritik dan saran tentang apa yang belum dimaksimalkan dari game yang mereka kembangkan.
Seperti banyaknya dukungan buta yang diberikan, kemudian rekomendasi dari banyak pembeli yang tidak beralasan melalui halaman penjualan. Hal ini secara positif mampu meningkatkan mutu penjualan dan persaingan pasar, namun juga merugikan dari sisi lain apabila dukungan positif itu diberikan melebihi impresi dan penilaian yang seharusnya.
Dampaknya, kesadaran developer tentang wajibnya pengelolaan dan kontrol kualitas dari produk yang mereka rilis akan terkikis, karena seberapa bermasalahnya produk yang mereka miliki, akan selalu ada yang mendukungnya. Adapun kritik yang disampaikan oleh beberapa gamer akan menjadi kurang relevan di tengah ramainya dukungan mayoritas gamer tanah air.
Solusi Permasalahan
Dibalik pemaparan beberapa hal diatas yang menjadi alasan tentang masalah kualitas video game lokal yang kurang terjaga, bukan berarti tak ada celah untuk meningkatkan kualitas dari game yang telah dikembangkan oleh developer lokal. Dalam pandangan saya, kedua sisi antara developer dan pembeli sangatlah berperan penting untuk mempertahankan kualitas sebuah produk.
Untuk mencapai target kualitas yang diinginkan, developer bisa mengerucutkan fokus pengembangan mereka sesuai dengan kapabilitas yang mereka miliki, baik dari segi SDM maupun teknologi yang menunjang pengembangan yang ada. Salah satu tim developer lokal yang bisa menjadi acuan tentang strategi pengembangan produknya adalah Toge Productions. Mereka memiliki sejumlah video games dengan teknis visual dan gameplay yang sederhana, namun karena kematangan dari efek skala pengembangan yang tidak terlalu melebar dan memfokuskan ke detail aspek narasi yang prominen, mereka mampu mendapatkan beragam apresiasi dari beberapa ajang penghargaan di luar negeri.
Game dari developer tidak harus sempurna dalam segala sisi, namun untuk dikategorikan sebagai game yang layak dan bagus, harus ada satu atau sebagian aspek yang ditonjolkan dengan baik. Mungkin satu game bisa diberi narasi dan musikalisasi yang indah dan menyentuh, namun tidak selamanya perlu membebankan masalah visualisasi. Aspek apapun yang terasa penting dari jenis game yang mereka akan kembangkan, sebagaimana pentingnya kepuasan combat dari game action, pacing delivery cerita yang baik dari game berbasis visual novel, dan strategi lainnya yang mampu membuat suatu aspek game terasa lebih dominan dan berhasil mengutarakan tujuan diciptakannya sebuah game dengan baik.
Sedangkan di sisi lain, ada habit dari konsumen tanah air yang perlu dibenahi. Selain hanya mendukung dari segi penjualan, konsumen juga bisa maju bersama developer dengan memberi penilaian secara objektif dan sesuai kebutuhan developer untuk meningkatkan kualitas produk yang mereka jual. Perlu ditekankan, apresiasi terhadap produk dan developer tetaplah penting, namun harus pada porsi yang semestinya. Dengan adanya ini, pihak developer akan lebih mawas diri tentang pentingnya kualitas disamping kuantitas yang ada dalam muatan produk yang dimilikinya.
Industri game lokal memiliki banyak potensi untuk berkembang jauh lebih baik lagi, namun harapan tersebut takkan pernah terwujud tanpa adanya eksekusi yang tepat dari segala instrumen yang ada, baik dari pihak developer atau konsumen itu sendiri.